Tuesday, June 28, 2011

JANGAN BAYAR KARTU KREDIT



Rekan-rekan,

Saya kirimkan artikel menarik dari Pak Eko di bawah.

Apa yang kita lakukan jika kita didatangi preman yang menarik tagihan
kartu kredit kita?
Bagaimana pendapat teman-teman semua?

Trims,

Herwindo Denny

==============

http://janganbayarkartukredit.blogspot.com/

Eko Budiyanto, S.Sos.
Kriminolog -UI
email :
ekoraja@yahoo.com

TUTUP SEGERA KARTU KREDIT ANDA. DAN JANGAN APPLY LAGI UNTUK SELAMA-LAMANYA!

JANGAN BAYAR KARTU KREDIT JIKA TIDAK MAMPU

Dari hasil investigasi dan pencarian informasi yang saya lakukan selama
ini, maka didapat kesimpulan bahwa :

1. Hutang kartu kredit dan KTA bersifat tidak mengikat para pemegangnya
dan tidak ada Undang-undangnya, tidak diwariskan, tidak dapat
dipindahtangankan (artinya tidak bisa ditagihkan kepada orang lain)
,tidak boleh menyita barang apapun dari anda,surat hutang tidak boleh
diserahkan kepada pihak lain atau diperjualbelikan, dsb.

2. Ada klausul yang disembunyikan oleh pihak penerbit kartu kredit bahwa
jika pemegang kartu kredit sudah tidak mampu membayar maka hutang akan
ditanggung penuh oleh pihak asuransi kartu kredit visa master. bahkan
untuk beberapa bank asing tanggungan penuh asuransi itu mencapai limit
500 juta.

3. Adalah oknum bank bagian kartu kredit yang menyerahkan atau bahkan
melelang tagihan hutang kartu kredit macet itu ke pihak ketiga atau debt
collector untuk ditagihkan kepada pemegang kartu kredit yang macet. dari
informasi yang didapat dari para mantan orang kartu kredit bank swasta
dan asing, maka sebenarnya uang itu tidaklah disetorkan ke bank karena
memang hutang itu sudah dianggap lunas oleh asuransi tadi. Jadi uang
yang ditarik dari klien pemegang kartu kredit yang macet itu dibagi dua
oleh para oknum bank dan debt collector. Jadi selama ini rakyat dihisap
oleh praktek bisnis ilegal seperti ini yang memanfaatkan ketidaktahuan
nasabah dan penyembunyian klausul penggantian asuransi hutang kartu kredit.

4. Surat kwitansi cicilan hutang dari klien ke pihak debt col pun banyak
yang bodong alias buatan sndiri dan bahkan surat lunas pun dibuat
sendiri dengan mengatasnamakan bank.

5. Bahkan dijakarta dan cimahi, saya menemukan kasus dimana ada 1 orang
(cimahi) telah melunasi hutangnya
5 tahun lalu sebesar 10 juta kepada pihak kartu kredit BNI 46. Namun
bulan agustus 2009, dia didatangi oleh debt coll dan memaksa meminta
surat lunas dari bank tersebut. Kemudian bulan september 2009, dia
didatangi lagi oleh pihak debt col yang membawa surat tagihan sebesar 10
juta! Dua kali lipatnya. Akhrnya dia terpaksa membayar karena mengalami
kekerasan dan tindak pidana serta ketakutan. Dari info yang saya dpt,
kemungkinan ada permainan antara orang IT bank penerbit kartu kredit dan
pihak debt coll untuk memanfaatkan kebodohan masyarakat. Kasus kedua
dialami oleh teman saya sendiri dijakarta. Pada tahun 2005 dia sudah
melunasi hutang sebesar 3 juta ke kartu kredit mandiri di tahun 2007.
Lalu dia tidak memperpanjang kartunya lagi alias berhenti menggunakan
kartu tersebut. Sehingga otomtatis dia tidak menerima kartu perpanjangan
dan surat tagihan lagi. Namun tahun 2009 dia menerima tagihan lagi dan
didatangi oleh debt collector mandiri dengan tagihan sebesar 6 juta! Dua
kali lipat. Padahal tahun 2007 sudah dilunasi. Aneh memang. Apakah trend
semacam ini sudah menjadi cara yang biasa dipakai oleh oknum bank kartu
kredit dengan para debt collector di Indonesia? Membuat rakyat jadi
miskin, padahal hutang kartu kredit sudah ditanggung penuh oleh asuransi
visa master.

6. Dari informasi yang saya dapat dari mantan orang kartu kredit
standard chartered bank , bahwa perusahaan2 debt collector itu tidak ada
yang memiliki izin/legalitas sama sekali. Alamat kantor dan nmr
telponnya pun tidak pernah jelas, apalagi struktur organisasinya. Karena
dinegara manapun didunia, tidak boleh ada perusahaan yang diberi ijin
untuk menagih hutang. Jadi jika kita atau polisi mau mendatangi
perusahaan2 debt coll ini berdasarkan info dari masyarakat, maka tentu
orang-orang debt col itu akan lari dan akan pindah alamat dan kantornya.

7. Dari sudut pandang hukum , kartu kredit adalah lemah karena tidak ada
undang-undangnya dimanapun karena sifatnya yang konsumtif dan bunga
tinggi serta banyak klausul-klausul yang disembunyikan dari para
pemegangnya yang justru bisa melindungi para kliennya. namun tidak
dikatakan secara jujur jadi klien banyak dibodohi.

8. Kesalahan berikutnya dari pihak bank adalah dalam cara memasarkannya,
dimana sebenarnya yang boleh memiliki kartu kredit bukan sembarang orang
namun orang yang sudah mapan. Namun dalam sepuluh tahun terakhir justru
sebaliknya, banyak kartu kredit ditawarkan dengan mudah dengan
persetujuan yang mudah. Akhirnya orang yang belum mampu, dapat memiliki
kartu kredit yang akan berakibat pada banyaknya hutang macet pada kartu
kredit. Dan ditambah lagi, jika seseorang telah memiliki 1 kartu kredit
maka dia akan mudah memiliki kartu kredit dari bank lain dengan limit
yang lebih tinggi dan banyak. Sehingga jika seseorang punya 1 kartu,
maka dia akan ditawari dari bank lainnya. Padahal semestinya kartu
kredit menganut azas kemampuan diri nasabah ketika menawarkan. artinya
jika nasabah sudah memiliki 1 kartu kredit maka secara akuntansi dia
tidak boleh menambah kartu lainnya karena pasti akan tidak mampu.
Ditingkat sales kartu kredit pun terjadi jual beli database pemegang
kartu kredit dalam jumlah banyak, sehingga orang yang sudah punya kartu
kredit akan ditawari kartu kredit dari bank lain lagi dengan limit yang
lebih besar dan dengan tingkat approval yang tinggi dari bagian
verifikasi bank. Sehingga dari sinipun terlihat bahwa pihak bank
memberikan kontribusi besar diawal terhadap terjadinya kredit macet.

9. dari semua ini, maka dapat disimpulkan bahwa yang membuat macet
hutang kartu kredit adalah pihak bank sendiri. Dan kenyataan yang
didapat dilapangan, kasus premanisme yang dilakukan oleh para debt coll
terhadap klien2 kartu kredit yang macet sudah tidak manusiawi lagi.
Disini rakyat tambah menjadi miskin, dan menderita. serta ketakutan. Dan
banyak pelanggaran hukum yang berada pada sisi debt col bila kita mau
mencermati, mulai dari soal ijin perusahaan, legalitas, alamat
perusahaan, nmr telpon, dan sebagainya. Dan debt col ini sebenarnya
menagih hutang yang sudah dilunasi oleh asuransi visa master. Jadi uang
yang didapat dari masyarakat dipakai sendiri oleh oknum bank dan debt
col dengan mengatasnamakan pihak bank. Perlu diketahui bahwa hutang
kartu kredit dan KTA /kredit tanpa agunan memiliki sifat berbeda dengan
hutang-hutang lainnya. Pertama karena sifatnya tanpa jaminan maka tidak
ada ikatan pada nasabah untuk melunasi jika tidak mampu membayar bahkan
ada didalam klausulnya. Kedua, hutang kartu kredit tidak diwariskan ,
alias tidak dapat ditagihkan kepada anggota keluarga yang lain. Yang
justru dalam kenyataan, para debt col memintanya pada anggota keluarga
yang lain. Ketiga, saya berharap bahwa POLRI akan menindak tegas
premanisme semacam ini secara proaktif dan bukan berdasarkan
laporan/delik aduan saja. karena bila kita lihat , sudah sejak dulu
masyarakat diperlakukan seperti ini dan kita bisa bayangkan sudah berapa
biliun uang rakyat diambil oleh debt col yang notabene adalah premanisme
dan oknum bank., sehingga rakyatlah yang memperkaya debt col dan oknum
bank itu. Mungkin ada beberapa kekurangan dari hasil investigasi saya
ini, namun inilah semua yang saya dapatkan dari investigasi dilapangan
selama 1 tahun. SEmoga bermanfaat buat POLRI dan dapat melindungi rakyat
yang sudah susah hidupnya sehingga tidak diperas dan ditindas oleh para
debt col dan oknum bank. Padahal uang itu tidak disetor ke bank ,
melainkan kepada oknum bank yang bisa mengeluarkan kwitansi resmi dari
bank. dan surat lunas dari bank. Bahkan ada yang mengeluarkan kwitansi
bodong alias palsu serta surat lunas buatan sendiri yang seolah2
dikeluarkan oleh bank. Sekian dan terima kasih. Dan semoga tidak ada
pejabat yang membekingi para debt collector kartu kredit dan KTA. Demi
menumpas penghisapan terhadap rakyat yang sudah tidak mampu.

Hormat saya,

Eko Budiyanto, S.Sos.
Kriminolog -UI
email :
ekoraja@yahoo.com
On the principles of humanity and social justice


No comments: